Sumber Foto: Feronika Geralni |
Penulis: Chaerul Candra Lussy
Berkesempatan ke Bali, untuk transit sebelum berangkat ke Pecs, Hungaria, menjadi awal pemikiran saya ini. 7 September 2022 pukul 19:10 WITA kala itu, disaat pesawat yang saya naiki bersiap mendarat di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai. Terlihat dari langit, pulau Bali yang nampak seperti pulau pada umumnya disertai dengan ombak putih di pantainya membuat saya berfikir dan bertanya-tanya “Bali hanya segini? Sama saja seperti Maluku dong”; “Apa yang buat Bali bisa seterkenal itu ya?”; “Apa spesialnya pulau ini sampai bisa terkenal hingga internasional?”.
Pertanyaan-pertanyaan itu kemudian terjawab setelah 1 hari 1 malam saya di Bali. Yang saya lihat dan simpulkan bahwa budaya dan agama, wisata alam khususnya pantai, dan orang-orangnya yang baik dan ramah menjadi alasan kepopuleran Bali. Senada dengan yang saya simpulkan, beberapa pengamat juga berpendapat bahwa hal utama yang membuat Bali terkenal hingga ke ranah internasional, bahkan melebihi Indonesia sendiri adalah objek wisata alamnya (terlebih khusus pantai), kekentalan tradisi dan budaya yang sangat erat kaitannya dengan agama Hindu dan hadir dalam berbagai manifestasi dan keramahan masyarakat serta kedamaian Bali itu sendiri. Selain itu, dirincikan juga beberapa hal pendukung seperti nama Bali yang memang sudah terlanjur besar dan terkenal, dukungan dan kerjasama dari pemerintah dan masyarakat, akomodasi dan transportasi yang memadai, serta harga produk wisata yang terjangkau.
Hal-hal diatas terlihat familiar? Merasa ada daerah yang memiliki kesamaan? Apa ada Bali lain di Indonesia? Ya, tentu saja! Maluku adalah jawabannya. Maluku, yang dijuluki juga sebagai Negeri Seribu Pulau, memiliki semuanya. Dimulai dari wisata alam, budaya dan religi, sejarah, dan bahkan kuliner. Jangan pernah bertanya wisata alam apa yang dimiliki oleh Maluku, karena itu sama dengan bertanya apakah citah dapat berlari atau pertanyaan apakah burung bisa terbang. Berlimpah adalah jawaban yang tepat untuk pertanyaan tersebut. Mirip dengan Bali, Maluku sangat mengunggulkan wisata pantainya. Tidak heran karena julukannya adalah Negeri Seribu Pulau. Beberapa destinasi wisata alam bahari yang sangat menjanjikan turis, dikutip dari website resmi Dinas Pariwisata Pemerintah Provinsi Maluku, seperti Pantai Ora, Maluku Tengah; Pasir Panjang, Kei; Pantai Naptuali, Damer; Bukit Batu Yadin, Kepulauan Tanimbar; dan masih banyak lagi. Pesona dan keindahan di tiap pantai di Maluku ini tidak kalah saing dengan pantai-pantai di Bali.
Tetapi di sisi lain, Maluku juga punya wisata alam lain. Gunung Api Banda salah satunya, dimana bisa menyaksikan keindahan Banda Neira dan segala fosil letusan gunung api purba. Selain itu ada juga Taman Agrowisata Ursaguli; Siwang Paradise, Ambon dan masih banyak lagi. Kesemua objek wisata alam Maluku ini lagi dan lagi tidak kalah dari objek wisata alam Bali. Berbeda dengan Bali yang sangat kental dengan Hindu, bahkan mandarah-daging dengannya, Maluku didominasi oleh Islam dan Kristen yang tersebar di seluruh Kepulauan Maluku. Hal ini tentu saja berefek ke sosial dan budaya yang ada di daerah tersebut. Berbagai budaya yang dimiliki oleh Maluku, dimulai dari yang murni, hingga budaya yang terpengaruh oleh agama. Bahkan beberapa budaya ini kemudian dielaborasi hingga menjadi Festival Budaya. Pukul Manyapu, Mamala misalnya. Ini merupakan festival negeri adat Mamala yang secata turun temurun dijaga sebagai kekayaan budaya Maluku.
Tidak hanya dilaksanakan disaat Idul Fitri, event ini juga merupakan bentuk perdamaian dan rasa persatuan yang juga menjadi pariwisata di Maluku. Dikenal juga dengan ukuwala mahiate atau ‘pukul manyapu’ merupakan atraksi dua kelompok pemuda yang saling memukul batang lidi bergantian diiringi irama suling dan tabuhan rebana serta sorak-sorai penonton. Atraksi ini membuat luka memar di tubuh mereka, namun tidak terasa sakit. Minyak khusus juga diolesi ke para pemuda yang dipercaya mujarab menghilahkan rasa sakit dan bekas luka akibat kibasan sapu lidi. Festival yang sudah menjadi aset Maluku ini tentu saja mengundang para wisatawan nasional dan macanegara untuk melihat bahkan ikut serta dalam perayaannya. Layaknya budaya dan kebiasaan di bagian Indonesia lain. Festival Makan Patita, atau sejenis dengan makan bersama merupakan festival yang cukup menyenangkan, mengetahui bahwa festival ini sangat menunjukkan sisi ke-Indonesiaan warga Maluku. Makanan yang sudah dimasak bersama, kemudian dimakan bersama di tempat terbuka. Biasanya, diadakan di hari-hari besar di Maluku, misalnya Panas Pela, HUT Kota Ambon, dan lain-lain. Selain itu, berbagai festival budaya di Maluku juga seperti Abda’u, dari Tulehu; Hadratan di setiap hari raya Idul Adha, hampir di setiap kampung; tari Cakalele yang menegangkan dan masih banyak lainnya yang sangat potensial untuk menjadi tourist attraction, baik macanegara maupun nasional.
Orang Maluku terkenal juga dengan suaranya yang merdu. Ambon sendiri mendapat julukan sebagai The City of Music, langsung dari UNESCO pada 2019. Dikutip dari website Cities of Music Network, bahwa Ambon dan Musik adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Musik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Ambon. Hal ini menarik bagi UNESCO, dikatakan bahwa orang Ambon memiliki DNA musik yang dibuktikan dari kemampuan bernyanyinya. Selain itu alasan menarik mengapa Ambon dijuluki demikian adalah karena pilar budaya, dalam hal ini musik itu sendiri, menjadi pilar dalam mendukung inovasi politik dan sosial di Indonesia, bukan hanya sebagai aksesoris, yang pastinya sangat penting bagi generasi penerus. Oleh karenanya, banyak sekali festival musik yang sering diadakan di Maluku, khususnya Ambon, untuk semakin menetapkan posisinya sebagai city of music. Penjajahan oleh kolonial juga meninggalkan hal yang berharga, yang selanjutnya menjadi tourist attraction. Umumnya adalah benteng yang dibangun oleh bangsa Eropa untuk melindungi mereka dari musuh. Benteng Belgica adalah salah satu contohnya.
Wisata sejarah di Benteng Belgica, Banda merupakan benteng peninggalan kolonial berbentuk segi 5 yang masih kokoh hingga sekarang. Benteng ini tentunya menjadi daya tarik tersendiri di Banda Neira, mengingat posisinya yang strategis di bukit yang mengahadap ke pantai dan menjanjikan pemandangan yang tidak kalah dari lainnya. Sisi historis dari benteng ini juga menarik untuk ditilik lebih jauh. Benteng Nassau, Banda; Benteng Amsterdam, Ambon; dan Benteng Victoria, yang kesemuanya memiliki keunikan dan ceritanya masing-masing. Tidak afdal rasanya jika tidak mencoba kuliner di Indonesia. Kuliner Indonesia terkenal akan rempah-rempah khasnya, terlebih lagi menikmati kuliner Indonesia langsung di Spice Land. Maluku banyak menawarkan aneka kuliner yang tentunya tidak mungkin mengecewakan. Jika nasi adalah makanan pokok daerah lain, beda kasusnya dengan Maluku yang memiliki sagu sebagai makanan pokok. Sagu sendiri bergizi tinggi dengan karbohidrat namun rendah gula dan lemak, sehingga jauh lebih sehat jika dibanding dengan nasi dan karbohidrat lain. Papeda adalah salah satu makanan pokok berbahan dasar sagu, yang disajikan bersama lauk-pauk lainnya seperti sayur dan ikan berkuah.
Sagu Lempeng adalah contoh lain makanan pokok yang berbahan dasar sagu. Selain itu, beberapa makanan penutup atau pencuci mulut juga berbahan dasar sagu seperti Sagu Tumbu, Bubur Sagu, dan lain-lain, yang pastinya, kesemua itu worth untuk dicoba. Tak hanya sagu, ikan juga merupakan komoditas utama di Maluku. Dominasi dari laut, membuat Maluku berlimpah akan ikan. Bahkan Ibukota Maluku, Ambon, pun dijuluki The City of Fish. Ikan patutnya menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, dikarenakan jarang dan mahalnya ikan di daerah lain. Ikan Bakar, Ikan Kuah Kuning dan Ikan Asar yang sejauh ini sangat menggiurkan, bahkan bagi saya sendiri yang orang Ambon asli. Sejatinya, Ikan Asar adalah ikan asap, yang dimasak dengan cara di-Asar (atau di-asap). Teknik memasak yang tidak biasa tentunya.
Satu hal yang menjadi catatan bahwa olahan ikan tidak hanya terbatas di tiga diatas, melainkan masih banyak lagi kuliner Maluku yang tidak kalah dari kuliner Bali. Pertanyaan selanjutnya adalah “Apakah orang Maluku cukup ramah untuk menjamu para turis nantinya?”; selain itu “Apakah Maluku cukup damai dan aman untuk menjadi tujuan destinasi?”. Saya memiliki beberapa kawan dari beberapa daerah di Indonesia seperti Jawa, Sumatera dan Kalimantan, one thing that clearly come to their mind mengenai orang Maluku adalah “keras”. Maluku dan keras adalah sepasang kata yang menjadi stigma yang beredar di Indonesia. Namun, sekeras-kerasnya orang Maluku, mereka tetap ‘manise’ dan berhati lembut. Tragedi 1999 dan transisinya hingga sekarang menjadi bukti nyata betapa ramahnya orang Maluku dan betapa aman dan damainya Maluku. Berubah dari daerah yang awalnya adalah daerah war menjadi daerah yang aman dan damai. Bahkan, banyak daerah mulai belajar dari Maluku. Tidak heran kota Ambon lagi-lagi dijuluki The City of Peace. Budaya Pela-Gandong yang hanya dimiliki oleh orang Maluku, pastinya bisa menjadi peluang untuk menarik perhatian para wisatawan. Pela dan Gandong merupakan ikatan sakral antar kampung di Maluku, berupa perjanjian yang mengikat untuk saling membantu di kedepannya. Mengingat ini merupakan tradisi dan budaya yang sangat sakral, namun bisa juga menjadi tourist attraction. Selain Ambon yang dilirik oleh UNESCO, Banda Neira adalah lainnya. Banda Neira yang sudah mulai dilirik UNESCO harusnya kemudian menjadi batu loncatan untuk pengoptimalannya untuk pariwisata.
UNESCO bahkan menyebut Banda Neira sebagai situs warisan dunia yang potensial. Selain itu, Banda yang dulunya menjadi satu-satunya daerah penghasil Pala di dunia menjadi nilai tambah untuk Banda Neira dalam pariwisata. Wisata Alam Banda Neira tidak perlu lagi diragukan. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya mengenai Gunung Api Banda, keindahan bawah laut Banda Neira juga sesuatu yang dapat memanjakan mata. Salah satunya adalah Lava Flow yang berasal letusan lampau Gn. Api Banda, dengan pesona pasir hitam yang ditumbuhi karang-karang yang Indah yang pastinya menjadi daya tarik untuk diving. “Apakah hanya ini yang Maluku punya?” jawabannya Tidak! Maluku sangat amat kaya. Bahkan jika dijelaskan dengan rinci satu per satu, tidak cukup dalam esai 1000-2500 kata. Sekaya itu Maluku akan wisata alam, budaya, sejarah dan kuliner yang juga masih ada dan lestari hingga sekarang. Namun, dengan begitu kayanya Maluku akan potensi pariwisata belum bisa membuat Maluku kuat dalam hal tersebut. Bahkan berkebalikan, pariwisata di Maluku masih terbilang rendah dan lemah. Salah satu tantangan yang menghambat dan membatasi hal tersebut adalah masih kurangnya peran pemerintah lokal dan masyarakat Maluku dalam menyikapi hal ini. Pemerintah dan masyarakat lokal harus bekerjasama dan saling mendukung dalam peningkatan kualitas pariwisata di Maluku. Hal lain yang menghambat adalah masalah exposure, publikasi dan promosi yang masih kurang. Ini menjadi peran pemerintah, masyarakat lokal dan organisasi serta komunitas untuk mempromosikan dan mengenalkan kepada dunia keindahan surga yang ada di Maluku ini. Transportasi yang belum memadai menjadi masalah selanjutnya, terlebih lagi Maluku adalah kepulauan. Jalur laut adalah satu-satunya cara untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau lain. Speed boat atau bahkan perahu nelayan yang terkadang menjadi transportasi dari satu tempat wisata ke tempat wisata lainnya. Jarak antar site yang juga jauh memperparah sektor transportasi di Maluku. Belum memadainya transport ditambah jarak antar satu site dengan site lain membuat ongkosnya lebih mahal dan juga memakan waktu yang lebih lama. Dibutuhkan kerjasama antar pemerintah – organisasi/komunitas – investor untuk menyediakan transportasi yang layak dan efisien untuk perjalanan pariwisata. Kualitas sumber daya manusia Maluku di bidang pariwisata juga harus memadai, agar potensi pariwisata yang sudah dibahas sebelumnya dapat dikelola dengan baik. Bali sebagai contoh nyata, Universitas Udayana sebagai salah satu kampus besar di Bali, memiliki Fakultas Pariwisata. Ini menunjukkan betapa seriusnya mereka mempersiapkan para penerus bangsa, khususnya yang berasal dari Bali, untuk mengurus dan mengelola pariwisata Bali dengan ilmu yang mereka miliki.
Sedangkan, di Maluku? Universitas Pattimura, sebagai kampus terbesar di Maluku belum memiliki jurusan atau program studi yang spesifik di bidang Pariwisata. Ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah Maluku dan pemangku jabatan di Universitas Pattimura dan kampus-kampus lain dalam menyikapi potensi pariwisata yang besar ini. Jika terus menerus seperti ini, bagaimana bisa potensi wisata tersebut tereksploitasi? Apa kita butuh bantuan orang non Maluku untuk mengurusnya? Sekali lagi, itu sama saja dengan berharap tetangga atau bahkan orang jauh untuk mengurus rumah yang kita miliki. Namun, kabar terakhir yang beredar bahwa Institut Agama Kristen Negeri Ambon membuka Program Studi Pariwisata Budaya dan Agama. Secara perlahan akhirnya para petinggi melihat potensi pariwisata ini. Namun dibutuhkan hal lebih untuk itu. Dibutuhkan pula komunitas, organisasi atau badan lain yang bertanggungjawab dalam pengelolaan dan pemeliharaan objek wisata. Hal ini diperlukan karena potensi wisata yang sudah ada, tidak mungkin mengembangkan dan mengurus dirinya sendiri. Dibutuhkan campur tangan manusia yang kompeten untuk melakukan hal tersebut. Hal lain yang dibutuhkan adalah interest para investor untuk membantu pemerintah dan juga masyarakat dalam mengembangkan dan mensejahterahkan pariwisata di Maluku.
Perlu diketahui bahwa pada dasarnya Pariwisata membantu di 3 aspek utama. Sebagai pendapatan devisa untuk Provinsi Maluku, mengurangi tingkat kemiskinan dan juga pengangguran. Ini adalah hal yang baik, dikarenakan dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 bahwa Maluku memiliki presentase penduduk miskin tertinggi ke-4 dan tingkat penganguran yang juga tinggi di posisi ke-3 secara Nasional. Merupakan tugas dan tanggung jawab kita semua untuk proses ini. Apa yang bisa kita lakukan? Mendukung, membantu, dan melakukan segala yang kita bisa untuk memanfaatkan segala potensi wisata yang ada agar dapat tereksplor dan tereksploit secara optimal dan dalam hal yang wajar. Mendukung dan menyukseskan upaya pemerintah, organisasi dan lainnya yang berusaha untuk mendorong hal tersebut terjadi adalah salah satu contoh kecil yang bisa kita lakukan.
Namun, at the end of the day saat potensi pariwisata yang ada di Maluku ini benar-benar berhasil menarik turis layaknya Bali, perlu digaris bawahi dan dilakukan pemeliharaan untuk tempat-tempat wisata tersebut. Dan juga pembatasan untuk turis yang dapat menjaga kelestarian dari objek wisata tersebut. Dikarenakan quality over quantity adalah konsep yang paling efisien untuk dunia pariwisata, sehingga inilah usaha yang paling probable yang dapat ditawarkan. Jika Bali dijuluki Pulau Dewata, maka Maluku dijuluki Negeri Raja-raja; jika Bali dijuluki The Island of Thousand Pura, maka Maluku dijuluki sebagai The Island of Thousand Islands; jika Bali dijuluki The Island of Paradise, maka Maluku dikenal dengan The Island of Thousand Exotic Island; daripada memilih Gunung Agung, kamu bisa memilih Gunung Api Banda; disamping Pantai Nusa Penida, kamu bisa memilih Pantai Ora; dibanding Ayam Betutu, Ikan Asar dan Ikan Asar serta Ikan Kuah Kuning dapat menjadi pilihan lain. Pada akhirnya, Bali kedua yang bernama Maluku ini memerlukan bantuan kita– para generasi penerus Maluku–untuk dikenalkan, dikembangkan, dikelola, dijaga, dirawat dan dilestarikan untuk mewujudkan Maluku sebagai Bali Lain di Indonesia Timur
Posting Komentar untuk "Maluku: Bali Lain Di Indonesia Timur"